Era disruptif diartikan sebagai masa di mana bermunculan
banyak sekali inovasi-inovasi yang tidak terlihat, tidak disadari oleh
organisasi mapan sehingga mengganggu jalannya aktivitas tatanan sistem lama
atau bahkan menghancurkan sistem lama tersebut. Sebagai contoh adalah
menurunnya omzet dari armada taksi pemimpin pasar yang harus mengakui
keberadaan apps-based transportation service macam
Grab, Go-Jek, dan Uber. Rhenald Kasali, dalam bukunya Disruption memaparkan bahwa korban korban disruptive era
adalah organisasi-organisasi mapan. Mereka yang sudah terbiasa dengan nama besarnya, membuat
mereka tidak bergerak gesit/lincah. Sementara, di luar sana banyak anak-anak
muda yang gesit, lincah, mengembangkan inovasi yang tidak terdeteksi oleh
para incumbent ini.
Perlahan inovasi yang di lakukan oleh generasi
milenial mulai mengambil alih pangsa pasar yang ada,
karena menciptakan pangsa pasar baru. Tiba-tiba incumbent merasa ada yang aneh karena performanya
menurun. Beberapa terlambat bergerak karena kalah lincah, yang menyebabkan
organisasi tersebut hancur. Respon yang mungkin bisa dilakukan adalah
berteriak kepada regulator untuk menindak mereka yang menjadi pusat disruption ini karena melanggar aturan dan tidak
mengikuti regulasi. Disruption mengubah banyak hal sedemikian rupa,
sehingga cara-cara bisnis lama menjadi obsolete,
menjadi usang atau ketinggalan zaman. Disruption bukan sekedar fenomena hari
ini (today), melainkan fenomena "hari esok" (the future)
yang dibawa oleh para pembaharu ke saat ini (the present). Pemahaman seperti
ini menjadi penting karena sekarang kita tengah berada dalam sebuah peradapan
baru.
Disruption sesungguhnya
terjadi secara meluas mulai dari pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, sampai
penataan kota, konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis
dan juga hubungan-hubungan sosial. Bahkan konsep marketing pun sekarang
terdisrupsi. Sampai sekarang belum banyak orang yang menyadari bahwa
sebagian mahasiswa Indonesia sudah bisa kursus di Harvard tanpa harus pergi ke
Harvard. Dan tak banyak yang menyadari bahwa para dokter sudah tak lagi memakai
pisau bedah seperti di masa lalu untuk membedah organ dalam pasiennya. Juga belum banyak
yang menyadari bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sekarang tengah digeluti para
buruh, bankir, dan dosen, mungkin sebentar lagi akan beralih. Bahkan masih ada yang beranggapan bahwa disruption seakan-akan hanya masalah
meng-online-kan layanan, menggunakan aplikasi dan mem-broker-kan hal-hal
tertentu. Anggapan seperti itu-bahwa disruption hanya terjadi pada industri digital kurang tepat.
Sebab Disruption terjadi
di mana-mana, dalam bidang industri apapun. Sehingga juga merubah kualifikasi tenaga kerja yang di butuhkan.
Era disrupsi di abad 21 menjadi revolusi
industri dan merubah kualifikasi tenaga kerja yang di butuhkan. Hal tersebut
akan berdampak pada pendidikan yang mempersiapkan tenaga kerja di industri. Pendidikan
kejuruan sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan tenaga kerja yang siap
kerja dalam mempersiapkan lulusannya harus melakukan revolusi pendidikan
kejuruan agar lulusan yang di hasilkan dapat sesuai dengan kebutuhan dunia industri
yang telah mengalami perubahan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja. Jika tidak
maka berakibat pada peningkatan angka jumlah pengangguran karena tenaga kerja
tidak sesuai yang di harapkan oleh industri