Ta’arruf (berkenalan/saling mengenal)
adalah kegiatan bersilaturahmi. Kalau pada masa sekarang ini, istilah ta’arruf
(berkenalan/saling mengenal), di samping kita katakan denga berkenalan, biasa
juga kita katakan dengan, bertatap muka (face to face), atau main/bertamu ke
rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga
dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh.
Ta’arruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal
menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang
khitbah – ta’arruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud
agar saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, ta’arruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta’arruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’arruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan dan kesenangan sesaat dan maksiat (melakukan perbuatan dosa), bahkan ada yang sampai melakukan zina. Sedangkan ta’arruf jelas sekali tujuannya, yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan secara Islam.
Perbedaan ta’arruf (berkenalan/saling mengenal) secara Islam dengan pacaran
Perbedaan pacaran dengan taaruf (berkenalan) sangat mendasar. Pacaran adalah komitmen dua muda mudi yang saling jatuh cinta untuk menjalin hubungan tanpa status.Pacaran dipandang dari sudut Islam, kan juga gak ada statusnya. sedangkan taaruf adalah perkenalan muda mudi yang dilakukan semata mata karena berkeinginan untuk menikah. Jadi landasannya sudah beda. Pacaran hanya karena cinta dan komitmen tanpa status, tidak ada ukuran masa / waktu yang disepakati kapan hubungan itu bisa berlanjut atau diakhiri, yang ujung-ujungnya boleh menikah, boleh juga “putus”. Pacaran juga tidak menuntut bahwa setelah masa pacaran yang cukup lama, akan berujung pada pernikahan. Sedangkan taaruf, landasannya adalah ingin menikahi. Kalau hanya berkenalan tanpa hasrat dan kesiapan hati ingin menikahi, dan apalagi kalau hanya karena nafsu birahinya saja, maka tentu ta'arufnya tidak diperbolehkan. Ta'aruf juga tidak dengan cara ngobrol berdua-duaan, bergandengan tangan, cium-ciuman, plesiran kemana-mana berdua saja dsb. Taaruf hanyalah saling bertukar informasi antara dua muda mudi, untuk mengokohkan niat dan mengukur kecocokan menuju pernikahan. Ta'aruf juga memiliki batas waktu yang disepakati, dan setelah itu harus segera diputuskan akan menikahi atau mundur. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah SWT. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu.
Sedangkan ta’aruf adalah seperti seorang montir mobil yang ahli memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang dari pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu sendiri.
Proses taaruf
Dalam upaya ta’aruf (saling mengenal) dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing, terutama kaitannya dengan kehidupan rumah tangga yang akan dijalaninya. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi, ta’arruf bukanlah bermesraan berdua, saling berpegangan tangan, berciuman, dan tidak pula dengan cara berpeluk-pelukan, tetapi lebih tertuju pada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Rosululloh SAW bersabda yang artinya: “Permpuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasab (keturunan)nya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, maka engkau akan beruntung.”
Tujuan ta’’arruf (berkenalan/saling mengenal)
Taaruf (saling mengenal) adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video. Salah satu dari keempat kreteria yang disampaikan oleh Rosululloh dalam memilih jodoh/pasangan, yaitu juga melihat atau mengetahui kecantikannya. Dengan demikian, maka dalam ta’arruf (proses saling mengenal) dalam memilih atau mencari pasangan/jodoh, kita juga diperbolehkan melihat wajahnya. Sebab tidak mungkin tanpa melihat wajahnya kok kita bisa mengetahui kecantikan wajahnya. Dengan kita melihat dan mengetahui kecantikan wajahnya, sehingga kita tidak akan menyesal setelah wanita tersebut dinikahinya. Tentu saja untuk mengetahui keindahan (kecantikan) wanita itu juga perlu menanyakannya secara langsung dengan hal-hal yang terkait. Dan tidak boleh bertanya secara berduaan (hanya berdua saja), tetapi harus ada keluarga yang mendampinginya. Jadi dalam hal ta’aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh di sana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua telapak tangan calon istrinya. Cacat apa tidak. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Dalam berta’arruf tetap harus menerapkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia), sehingga tidak melanggar aturan-aturan Islam.
Manfaat Ta’arruf (berkenalan/saling mengenal)
Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syariat Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, berciuman, berpeluk-pelukan, nonton pertunjukan hanya berdua, boncengan, kencan, nge-date dan seterusnya dengan menggunakan alasan taaruf (berkenalan/saling mengenal). Janganlah ta`aruf menjadi pacaran, sehingga tidak terjadi khalwat (menyepi) dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami-istri ini.
sumber : https://www.facebook.com/groups/291923074212049/permalink/400179256719763/
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, ta’arruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta’arruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’arruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan dan kesenangan sesaat dan maksiat (melakukan perbuatan dosa), bahkan ada yang sampai melakukan zina. Sedangkan ta’arruf jelas sekali tujuannya, yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan secara Islam.
Perbedaan ta’arruf (berkenalan/saling mengenal) secara Islam dengan pacaran
Perbedaan pacaran dengan taaruf (berkenalan) sangat mendasar. Pacaran adalah komitmen dua muda mudi yang saling jatuh cinta untuk menjalin hubungan tanpa status.Pacaran dipandang dari sudut Islam, kan juga gak ada statusnya. sedangkan taaruf adalah perkenalan muda mudi yang dilakukan semata mata karena berkeinginan untuk menikah. Jadi landasannya sudah beda. Pacaran hanya karena cinta dan komitmen tanpa status, tidak ada ukuran masa / waktu yang disepakati kapan hubungan itu bisa berlanjut atau diakhiri, yang ujung-ujungnya boleh menikah, boleh juga “putus”. Pacaran juga tidak menuntut bahwa setelah masa pacaran yang cukup lama, akan berujung pada pernikahan. Sedangkan taaruf, landasannya adalah ingin menikahi. Kalau hanya berkenalan tanpa hasrat dan kesiapan hati ingin menikahi, dan apalagi kalau hanya karena nafsu birahinya saja, maka tentu ta'arufnya tidak diperbolehkan. Ta'aruf juga tidak dengan cara ngobrol berdua-duaan, bergandengan tangan, cium-ciuman, plesiran kemana-mana berdua saja dsb. Taaruf hanyalah saling bertukar informasi antara dua muda mudi, untuk mengokohkan niat dan mengukur kecocokan menuju pernikahan. Ta'aruf juga memiliki batas waktu yang disepakati, dan setelah itu harus segera diputuskan akan menikahi atau mundur. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah SWT. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli mobil second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus mobil itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan mobil itu.
Sedangkan ta’aruf adalah seperti seorang montir mobil yang ahli memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang dari pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi mobil itu sendiri.
Proses taaruf
Dalam upaya ta’aruf (saling mengenal) dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing, terutama kaitannya dengan kehidupan rumah tangga yang akan dijalaninya. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi, ta’arruf bukanlah bermesraan berdua, saling berpegangan tangan, berciuman, dan tidak pula dengan cara berpeluk-pelukan, tetapi lebih tertuju pada pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Rosululloh SAW bersabda yang artinya: “Permpuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasab (keturunan)nya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, maka engkau akan beruntung.”
Tujuan ta’’arruf (berkenalan/saling mengenal)
Taaruf (saling mengenal) adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting. Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya dengan cara yang seksama, bukan cuma sekedar curi-curi pandang atau ngintip fotonya. Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video. Salah satu dari keempat kreteria yang disampaikan oleh Rosululloh dalam memilih jodoh/pasangan, yaitu juga melihat atau mengetahui kecantikannya. Dengan demikian, maka dalam ta’arruf (proses saling mengenal) dalam memilih atau mencari pasangan/jodoh, kita juga diperbolehkan melihat wajahnya. Sebab tidak mungkin tanpa melihat wajahnya kok kita bisa mengetahui kecantikan wajahnya. Dengan kita melihat dan mengetahui kecantikan wajahnya, sehingga kita tidak akan menyesal setelah wanita tersebut dinikahinya. Tentu saja untuk mengetahui keindahan (kecantikan) wanita itu juga perlu menanyakannya secara langsung dengan hal-hal yang terkait. Dan tidak boleh bertanya secara berduaan (hanya berdua saja), tetapi harus ada keluarga yang mendampinginya. Jadi dalam hal ta’aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada jerawat numpang tumbuh di sana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua telapak tangan calon istrinya. Cacat apa tidak. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Dalam berta’arruf tetap harus menerapkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia), sehingga tidak melanggar aturan-aturan Islam.
Manfaat Ta’arruf (berkenalan/saling mengenal)
Selain urusan melihat fisik, taaruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan dalam koridor syariat Islam. Minimal harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, berciuman, berpeluk-pelukan, nonton pertunjukan hanya berdua, boncengan, kencan, nge-date dan seterusnya dengan menggunakan alasan taaruf (berkenalan/saling mengenal). Janganlah ta`aruf menjadi pacaran, sehingga tidak terjadi khalwat (menyepi) dan ikhtilath antara pasangan yang belum jadi suami-istri ini.
sumber : https://www.facebook.com/groups/291923074212049/permalink/400179256719763/