Berfilsafat
sebagai manifestasi kegiatan intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar
paradigmatic bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat ilmiah ala barat diawali
oleh orang-orang Yunani Kuno pada abad ke-6 SM. Pada dasarnya kelahiran
filsafat tidak dirintis oleh dunia timur sudah ditegaskan oleh Diogenes
Laertius di tahun 200 yang kemudian diperkuat oleh Eduard Zeller dalam karyanya
Grundriss der Geschichte der Grieschischen Philosophie (1920). Apa yang dating
dari dunia timur bukanlah filsafat, melainkan ajaran-ajaran praktis-terapan,
seperti: ilmu perbintangan, ilmu pengobatan, ilmu hitung dan lain sebagainya.
Dalam dimensi
fenomenalnya, ilmu pengetahuan menampakkan diri pada hal-hala berikut ini.
1. Masyarakat
yaitu suatu masyarakat elit yang dalam hidup kesehariannya sangat konsern pada
kaidah-kaidah universalisme, komunalisme, disinterestedness, dan skeptisisme
yang terarah dan teratur.
2. Proses
yaitu olah krida aktivitas masyarakat elit yang melalui refleksi, kontempasi,
imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan sebagainya tidak pernah
mengenal titik henti untuk mencari dan menemukan kebenaran ilmiah.
3. Produk
yaitu hasil dari aktifitas tadi berupa dalil-dalil, teori-teori, dan
paradigma-paradigma beserta hasil penerapannya, baik yang bersifat fisik maupun
non fisik.
Dalam
dimensi-dimensi strukturalnya, ilmu tersusun atas komponen-komponen berikut
ini.
1. Objek sasaran (gegenstand) yang ingin
diketahui.
2. Gegenstand terus-menerus dipertanyakan
tanpa mengenal titik henti.
3. Ada alasan (motif) dan dengan sarana dan
cara tertentu gegenstaand tadi terus-menerus dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yang diperoleh selangkah
demi selangkah disusun kembali dalam satu kesatuan sistem.
Melalui
pemikiran trio filsuf besar, yaitu Socretes, Plato dan Aristoteles. Semenjak
itu filsafat yang semula bercorak mitologik berkembang menjadi ilmu pengetahuan
yang meliputi berbagai macam bidang. Hal ini terbukti dari pernyataan
Aristoteles yang mengemukakan bahwa filsafat, sebagai semua kegiatan yang dapat
dipertanggung jawabkan secara akaliah dan membaginya menjadi ilmu pengetahuan poletis
(terapan), ilmu pengetahuan praktis (dalam arti normative seperti etika,
politik) dan ilmu pengetahuan teoritik. Ilmu pengetahuan inilah yang dikatakan
sebagai yang terpenting, dan membaginya menjadi ilmu alam, ilmu pasti dan
filsafat pertama yang kemudian dikenal sebagai metafisika.
Pasca Aristoteles, bersamaan dengan pudarnya kekuasaan
Romawi menandakan datangnya tahapan baru yaitu aktivitas ilmiah terkait dengan
aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk
mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia
(abdi agama). Pada masa ini melahirkan filosof terkemuka yaitu Thomas Aquinas.
Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang berusaha membuat filsafat
Aristoteles sesuai dengan agama Kristen. Puncak filsafat
Kristiani ini adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan
Skolastik.
Pada abad
pertengahan di daerah arab terjadi penterjemahan karya filusufi Yunani
Aristoteles oleh : Alkindi, Alfarasi, Ibn Sina, Ibn Rasjd, Al Gazali. Sehingga
filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang di daerah Arab adalah Sastra, Aljabar,
Pengobatan, dll. Kemudian dibawa ke Cordova (Spanyol) dan dikembangkan oleh
dunia barat.
Masa gerakan Aufklaerung (masa di barat kembali
mengungkapkan peranan akal pada abad ke-18). Filsafat berpisah dengan agama
ditandai sebagai awal perkembangan ilmu pengetahuan misalnya Copernicus
(Astronomi), Vesalius (Susunan tubuh manusia), Issac Newton (Mekanika Klasik).
Berkembang ilmu sosial dengan pelopornya Auguste Conte (1790-1857) dengan teori
“Filsafat Positif”. Kata positif dimaksudkan untuk menerangkan bahwa yang benar
dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.
Seiring berjalannya waktu revolusi ilmu pengetahuan berlanjut di abad ke-20
berkat teori relativitas-nya Einstein dan berhasil mengembangkan ilmu dasar
seperti astronomi, fisika, kimia, biologi molekuler, dan hasilnya dapat
dinikmati sampai sekarang.
No comments:
Post a Comment